Berita-BMR.Com | Kotamobagu – Makodim 1303 Bolaang Mongondow malam terasa hangat dan penuh canda. Namun di balik tawa yang pecah saat Letkol Inf Fahmil Harris, S.I.P., menyampaikan sambutan dengan gaya khasnya, ada air mata yang mencoba disembunyikan banyak prajurit. Beberapa bahkan tak mampu menahan haru. Kepergian sang komandan yang begitu dekat dengan anggotanya itu meninggalkan kekosongan yang tak mudah diisi.
Beberapa prajurit menyeka mata mereka secara diam-diam, sementara yang lain menunduk mencoba menyembunyikan rona sedih. Bagi keluarga besar Kodim 1303 Bolmong, perpindahan Fahmil ke jabatan baru sebagai Wa As Intel Kodam XIII/Merdeka terasa berat—seakan mereka belum siap melepas sosok pemimpin yang selama ini dianggap bukan sekadar atasan, tetapi juga sahabat dan pengayom.
“Saya lihat ada yang merem-melek, ngantuk-ngantuk dari tadi…” candanya sembari melirik para prajurit. Tawa pun pecah, tetapi di antara tawa itu, mata beberapa di sudut ruangan terlihat berkaca-kaca.
Humor yang ia lontarkan bukan sekadar gaya bicara, tetapi cara halusnya menjaga suasana tetap cerah di tengah momen yang sarat emosi. Ia tahu prajuritnya sedih, dan ia memilih untuk menguatkan mereka dengan senyuman.
Dengan suara berat namun tegar, Fahmil menyebutkan masa tugasnya di Bolmong—dua tahun, satu bulan, enam belas hari—yang dihitungkan langsung oleh istrinya.
“Rasanya seperti baru kemarin saya datang. Baru kemarin saya dilantik. Baru kemarin saya terima jabatan… dan tiba-tiba hari ini sudah harus pamit,” ujarnya.
Kalimat itu membuat ruangan kembali hening. Ada prajurit yang nampak menyembunyikan rasa sedihnya ditinggal pindah tugas oleh Pemimpinnya itu. Waktu yang terasa singkat itu justru menjadi bukti betapa dalamnya hubungan yang terjalin.
Dengan gaya blak-blakan, ia meminta maaf jika ada wilayah yang dinilai kurang dikunjunginya. Namun bukan berarti tidak pernah dia datangi. Ketika tugas memanggil sejauh apapun pasti sosok yang dikenal ramah dan tegas dalam tugas itu akan datangi.
“Kalau ke Bolmut, otak langsung mikir empat jam. Kalau ke Bintauna… waduh,” katanya hingga suasana kembali pecah oleh tawa. Namun justru candaan itu membuat suasana makin haru, seolah prajurit menyadari bahwa canda khas itu tak akan lagi mereka dengar setiap hari.
Ia juga menceritakan kisah lucu tentang hubungannya dengan Letkol Inf Manashe Lomo, S.H., M.I.P., yang kini menggantikan posisinya.
“Ini orang sudah dua kali ikut saya. Di Bandung dia masuk rumah dinas saya. Sekarang di Kotamobagu juga begitu. Kayaknya nanti saya ikut beliau saja, gantian,” ujarnya ringan.
Cerita itu kembali membuat hadirin tersenyum—sekaligus menegaskan betapa akrabnya hubungan antar perwira tersebut.
Ketika sambutan mendekati akhir, beberapa prajurit tak lagi bisa menahan diri. Ada yang menutup wajah dengan tangan, ada yang menatap lurus ke depan namun air mata mengalir perlahan.
Bagi mereka, Fahmil bukan hanya pemimpin yang dekat dan hangat—ia adalah figur yang memperhatikan kesejahteraan anggotanya, mendengar keluhan mereka, dan selalu hadir pada saat dibutuhkan.
“Saya bangga dengan kalian. Setiap tugas kalian jalankan dengan penuh tanggung jawab. Dan yang paling penting, semuanya berhasil,” ucap Fahmil, suaranya terdengar lebih pelan, lebih dalam.
Kalimat itu membuat tangisan semakin terasa. Meski berpindah tugas, Fahmil menegaskan bahwa hubungan itu tidak akan putus.
“Kita tetap saudara. Jabatan boleh berubah, tapi kedekatan kita tidak akan berubah,” tuturnya.
Ketika acara usai, banyak prajurit maju menyalami beliau dengan bukan hanya mata sembap melainkan derai air mata pun tak sanggup ditahan para prajurit yang akan melepas kepergian pindah tugas. Ada pelukan singkat, ada ucapan lirih, ada genggaman tangan yang tak ingin dilepas.
Perpindahan Letkol Inf Fahmil Harris bukan sekadar mutasi jabatan—melainkan perpisahan emosional antara seorang pemimpin yang dicintai dan keluarga besar Kodim 1303 Bolmong yang begitu menghormatinya.
Jejaknya tak hanya tertulis dalam laporan dinas, tetapi juga dalam hati setiap prajurit yang malam itu menangis saat melepas kepergiannya.


