Berita-BMR.Com | Kendari – Program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang digagas Presiden Prabowo Subianto sebenarnya lahir dari semangat mulia: memastikan anak-anak Indonesia tumbuh sehat, cerdas, dan siap bersaing. Tapi kenyataan di lapangan berkata lain — program ini justru menimbulkan keresahan di tengah masyarakat.
Sejak digulirkan awal Januari 2025, program MBG telah dikaitkan dengan ribuan kasus keracunan siswa di berbagai daerah. Data dari Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) dan Center for Indonesia’s Strategic Development Initiatives (CISDI) mencatat lebih dari 6.400 siswa terdampak, tersebar di 17 provinsi hingga akhir September 2025.
Pemerintah sendiri tak menampik angka-angka mengkhawatirkan ini. KSP, Kemenkes, hingga BPOM kompak melaporkan jumlah korban di atas 5.000 siswa, menandakan bahwa masalah ini bukan sekadar kelalaian teknis, tapi masalah sistemik yang menyentuh nyawa generasi bangsa.
Di Sulawesi Tenggara, gejala keracunan massal terjadi di berbagai wilayah. Di SMKN 1 Konawe, belasan siswa harus dilarikan ke rumah sakit usai mengonsumsi makanan dari program MBG. Sementara di Kolaka Timur, puluhan siswa lainnya dilaporkan mengalami gejala serupa.
Menanggapi situasi ini, Presiden BEM Universitas Muhammadiyah Kendari (UMK), Ruslan, angkat bicara. Ia dengan tegas meminta pemerintah, baik pusat maupun daerah, tidak menutup mata terhadap dampak serius program ini.
“Keracunan massal yang terus terjadi bukan sekadar insiden — ini adalah alarm bahwa ada yang salah dalam sistem. Anak-anak yang harusnya dilindungi malah terpapar bahaya,” tegas Ruslan saat diwawancarai, Minggu (28/09/2025).
Ruslan mendesak Presiden Prabowo untuk segera membentuk tim investigasi nasional yang independen, yang fokus mengaudit seluruh rantai distribusi makanan MBG — mulai dari dapur, bahan baku, proses pengolahan, distribusi, hingga pengawasan mutu.
Tak hanya itu, Ruslan juga mendorong Polda Sultra turun tangan mengusut tuntas kemungkinan adanya kelalaian atau penyimpangan dalam pelaksanaan program MBG di daerah.
“Jangan sampai program MBG hanya jadi jargon politik atau proyek seremonial. Kalau ada pelanggaran, harus ada konsekuensi hukum. Ini soal nyawa!” tambahnya.
Di akhir pernyataannya, Ruslan menekankan pentingnya pengawasan ketat dan transparansi dalam pengelolaan MBG agar program ini tak berubah menjadi bumerang bagi masa depan anak-anak bangsa.
“Kalau dikelola dengan benar, MBG bisa jadi kebanggaan nasional. Tapi tanpa akuntabilitas dan tanggung jawab, yang ada malah jadi bencana kesehatan massal,” pungkasnya.